Oleh : Anwar Abugaza (Founder Meagadata dan penulis buku SocialMediaPolitica)
Pertanyaan ini akan muncul saat kampanye sosial media dilakukan dengan serius dan memiliki target tertentu untuk memenangkan pemilihan khususnya pemilihan kepada daerah yang akan dilaksanakan November 2024 mendatang.
Kita akan mulai menjawab ini dengan data yang ada, mulai dari penguna internet sampai potensi pemilih yang mampu terjangkau, dari jumlah pengguna internet data Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2024 menujukkan jumlah pengguna Internet di Indonesia mencapai 79,5% dengan kategori pengguna aktif dan bahkan masyarakat indonesia menempati urutan pertama di dunia dalam berinteraksi dengan layar Handphone dari data State of moble 2024 dalam sehari rata rata diatas 6 jam dan bahkan mampu mencapai lebih dari 12 jam. Selain itu penggunaan internet tertinggi digunakan untuk bersosial media dan whatsapp yang angkanya diatas 90%.
Data ini juga didukung dengan jumlah pemilih terbesar ada pada ketegori usia dibawah 40 tahun yang mencapai 60%, dari Kata Data insight Center 2024 pemilih kategori ini (genz dan milenial) memiliki ketertarikan pada konten politik 57,8%, dan kita ketahui bersama ketegori usia ini yang paling banyak aktif di sosial media khususnya tiktok dan Instagram.
Dengan potensi yang ada tentu para calon kepada daerah telah menyadari dan bahkan aktif menggunakan sosial media untuk kampanye, namun menjadi pertanyaan sejauh apa efektifitas dan kemampuan sosial media dalam mengkontribusi aspek keterpilihan dalam pemilu.
Dalam berbagai temuan lembaga survey pengunaan sosial media sebagai alat sosialisasi telah menempati posisi pertama dalam menyampaikan pesan dan konten ke masyarakat dengan persentase sebesar 75%, kedua televisi 45% dan berikutnya peraga tradisional semisal baliho, spanduk dan poster, yang dibawah 20%.
Kenapa sosial media menjadi juara dalam penyampaian pesan dan konten, hal ini disebabkan perubahan berprilaku dan konsumsi informasi, masyarakat telah menjadi masyarakat digital semua kebutuhan tergantung pada Handphone dan internet, mulai belanja, order makanan, belajar dan bahkan bergosip.
Selain efek sosialisasi yang telah terbukti, sosial media juga memiliki efek membangun citra yang kuat yang bisa mempengaruhi pemilih khususnya pemilih pemula dan milenial dalam memilih, terbukti pilpres kemarin Prabowo mampu memanfaat sosial media membangun brand gemoy dan menghilangkan citra pimpinan otoriter, sementara Anies Baswedan memoles diri dengan brand perubahan yang berhasil pada kategori pemilih cerdas.
Dengan besarnya kontribusi sosial media dalam memenangkan calon, mengelolah kampanye pada sosial media harus dilakukan dengan baik dan terukur, pertama melalukan survey berupa monitoring sosial media untuk mengetahui semua potensi dan celah agar kampanye bisa maksimal, kedua membentuk tim konten kreatif yang handal agar konten yang dihasilkan bisa diterima pemilih dengan baik, ketiga memaksimalkan sebaran dengan teknik digital marketing ini penting untuk menjagkau sebanyak mungkin pemilih dan mempengaruh pemilihan mereka, dan yang terakhir melakukan pengukuran untuk evaluasi kampanye sosial media yang dilakukan.