MAKASSAR – Pelantikan di lingkup Pemprov Sulsel, yang dilakukan oleh Bahtiar Baharuddin saat menjabat sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin melantik sejumlah pejabat administrator dan pejabat pengawas pada 24 April 2024, disinyalir cacat administrasi.
Kuasa hukum dari 9 ASN yang dimutasi/didemosi, Munir mengatakan, bahwa setelah dilakukan pengecekan dan pemeriksaan atas data-data pejabat yang terkena dampak promosi, mutasi dan demosi, ditemukan banyak kejanggalan serta hal-hal yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Setelah klien kami melakukan pemeriksaan, ditemukan kejanggalan dan dinilai itu sudah cacat administrasi. Diantaranya, Surat Plh. Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Nomor : 100.2.2.6/2623/OTDA Tanggal 5 April 2024 dan Surat Nomor : 100.2.2.6/2908/OTDA Tanggal 22 April 2024 perihal Persetujuan Pengangkatan dan Pelantikan Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, Pejabat Fungsional dan Pelaksana di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dikeluarkan dan ditandatangani oleh Pelaksana Harian (Plh) Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri. Hal tersebut bertentangan dengan ketentuan pada Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara Nomor: 1/SE/I/2021 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian,” ungkap Munir pada saat melakukan konferensi pers kepada wartawan, Minggu (19/5/2024).
Disebutkan, bahwa data yang termuat di dalam surat Persetujuan Tertulis Menteri Dalam Negeri dan Pertimbangan Teknis Plt. Kepala BKN seperti yang disebutkan pada poin 1 huruf a, b dan c yang memuat daftar nama-nama yang terdampak Promosi, Mutasi, Demosi dan Non Job, terdapat 2 orang yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) untuk dipromosikan ke jabatan administrator dikarenakan belum cukup 3 tahun menjabat sebagai pejabat pengawas, yaitu atas nama Ergiawan Edy, yang promosi dari jabatan Kepala Sub Bagian Tata Usaha UPTD Laboratorium Lingkungan Hidup (Eselon IV.a) menjadi Kepala UPT Museum dan Taman Budaya (Eselon III.b) dan Andi Cudai yang dipromosi dari jabatan Kepala Seksi Penetapan dan Penerimaan UPT Pendapatan Wilayah Pinrang (Eselon IV.a) menjadi Kepala UPT Pendapatan Wilayah Pangkep (Eselon III.b) namun tetap mendapat persetujuan oleh Menteri Dalam Negeri dan Badan Kepegawaian Negara. “Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 54 ayat (1) huruf d pada Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri,” katanya.
Pelantikan itu pula, ada ASN yang didemosi atas nama A. Nurseha, diturunkan jabatannya dari Kepala Bidang Hubungan Masyarakat, Hukum dan Pemasaran pada UPT Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Dinas Kesehatan (Eselon III.b) menjadi Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan pada Dinas Kesehatan Provinsi Sulsel (Eselon IV.a). Adapula yang dinonjob, atas nama Aldi Andika Saputra diberhentikan dari jabatan Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan menjadi Pelaksana di Dinas Kesehatan Prov. Sulsel.
“Hal tersebut bertentangan dengan rekomendasi Tindak Lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Nomor : 700.04/4274/B.V/ITPROV Tanggal 25 Agustus 2023 perihal Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Dugaan Indispliner PNS menyatakan bahwa kedua PNS direkomendasikan oleh Tim Pemeriksa dengan penjatuhan sanksi hukuman disiplin ringan berupa “Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis”, namun faktanya pada pelantikan tanggal 24 April 2024 kedua PNS dimaksud mendapatkan sanksi hukuman berat yaitu penurunan dan pemberhentian dalam jabatan,” cetusnya.
Pertimbangan Teknis yang dikeluarkan oleh BKN tentang Pengangkatan, Promosi, Mutasi dan Demosi dan Pesetujuan Pengangkatan serta Surat Menteri Dalam Negeri tentang Persetujuan Pelantikan Pejabat Admnistrator, Pejabat Pengawas, Pejabat Fungsional pada perihal surat dimaksud tidak menyebutkan adanya Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang terkena dampak. “Namun pada lampiran nama-nama yang dikeluarkan oleh Mendagri dan BKN, terdapat Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama atas nama Erwin Sodding, yang mendapatkan sanksi demosi dari jabatan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Eselon II.b) menjadi Kepala Bidang Kepemudaan pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga (III.a) tanpa adanya dokumen pendukung yang menjadi dasar bagi yang bersangkutan mendapatkan sanksi demosi. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 144 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Anehnya, yang bersangkutan didemosi pada pelantikan 24 April lalu, sementara hukuman disiplin baru terbit pada tanggal 30 April 2024,” jelasnya.
Pada dokumen Surat Persetujuan Mendagri dan Surat Pertek BKN terdapat Pergeseran atas nama Andi Rahmania dari jabatan Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana yang dimutasi ke Inspektur Pembantu Wilayah III pada Inspektorat. Namun dalam surat persetujuannya Inspektur Pembantu Wilayah III yang dijabat oleh Ir. Amiruddin MT., tidak tercantum pada surat yang dikeluarkan Mendagri dan BKN. Begitupula atas nama Masrul Alam, tertulis Inspektur Pembantu Wilayah III namun faktanya yang bersangkutan adalah Inspektur Pembantu Wilayah I.
Data yang termuat di dalam surat Persetujuan Tertulis Menteri Dalam Negeri dan Pertimbangan Teknis Plt. Kepala BKN terdapat PNS atas nama Suhasril dimutasi dari jabatan Kepala Sub Bagian Umum pada Dinas Kesehatan ke jabatan Kepala Sub Bagian Tata Usaha UPT Pelabuhan Pengumpan Selayar pada Dinas Perhubungan. “Namun pada pelantikan yang dilaksanakan Tanggal 24 April 2024 yang bersangkutan dimutasi ke jabatan Kepala Sub Bagian Tata Usaha UPT Mamminasata Dinas Perhubungan. Hal ini tentu saja adalah pelanggaran yang sangat fatal dikarenakan Pj. Gubernur Sulawesi Selatan tidak mempedomani persetujuan yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Kepala Badan Kepegawaian Negara,” imbuhnya.
Terlebih, dalam Surat Plh. Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Nomor : 100.2.2.6/2623/OTDA Tanggal 5 April 2024 dan Surat Nomor : 100.2.2.6/2908/OTDA Tanggal 22 April 2024 perihal Persetujuan Pengangkatan dan Pelantikan Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, Pejabat Fungsional dan Pelaksana di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, yang tertuang dalam angka (4), yang berbunyi “apabila dalam pelaksanaan pengangkatan dan pelantikan Pejabat Administrator, Pengawas dan Pelaksana tersebut tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta data yang disampaikan tidak benar, maka persetujuan Menteri Dalam Negeri ini batal dan segala kebijakan Pj. Gubernur Sulawesi Selatan terkait persetujuan dimaksud dinyatakan tidak sah”. “Dengan sejumlah pelanggaran dan cacat administrasi itu, seharusnya, Persetujuan pelantikan itu bisa dinyatakan batal atau tidak sah,” tegasnya.
Dirinya pun menegaskan, kliennya tidak memiliki tuntutan. Namun pihaknya ingin agar dugaan kecacatan administrasi persetujuan pelantikan ini bisa terbuka. “Ini adalah cacat administrasi yang secara kolektif dilakukan bersama-sama, karena persetujuan Mendagri, BKN, dan dilakukan Pj Gubernur Sulsel (Bahtiar Baharuddin),” ungkapnya.
“Seharusnya Bapak Pj Gubernur paham aturan terkait itu, apalagi kan katanya beliau pejabat dari Kemendagri. Kami juga mempertanyakan, kenapa bisa Kemendagri dan BKN, bisa menyetujui kebijakan Pj Gubernur (Bahtiar Baharuddin) sementara itu jelas cacat administrasi. Masa hal krusial seperti ini bisa bermasalah,” cetusnya.