Mudahnya Meraih Gelar Doktor Honoris Causa: Gelar Prestisius yang Mulai Kehilangan Nilai?

Penulis : _*(Dr. Safaruddin, S.Sos., M.A.P)*

Gelar Doktor Honoris Causa (HC), yang selama ini dikenal sebagai simbol penghargaan tertinggi bagi individu yang berkontribusi besar di bidang akademis, sosial, budaya, hingga kemanusiaan, belakangan ini mulai dianggap semakin mudah diperoleh. Gelar kehormatan ini seharusnya diberikan kepada mereka yang telah memberikan sumbangsih luar biasa bagi masyarakat luas. Namun, seiring waktu, persepsi publik terkait pemberian gelar ini mengalami pergeseran.

Pemberian gelar Doktor HC kerap kali menjadi sorotan karena proses seleksinya yang dinilai kurang transparan. Sejumlah nama tokoh politik, pengusaha, hingga selebriti, tiba-tiba diumumkan menerima gelar ini tanpa penjelasan yang mendalam tentang pencapaian spesifik yang mendasari penghargaan tersebut. 

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat: apakah standar pemberian gelar ini mulai mengalami penurunan?

Belakangan, semakin banyak perguruan tinggi yang memberikan gelar Doktor Honoris Causa, namun tak jarang pemberiannya lebih didasarkan pada pertimbangan popularitas atau pengaruh politik dan ekonomi. 

Akibatnya, gelar yang seharusnya menjadi simbol prestasi dan dedikasi yang luar biasa menjadi terasa lebih komersial.

Beberapa kasus pemberian gelar HC menimbulkan polemik, terutama saat diberikan kepada individu yang dianggap kontroversial atau tidak memiliki kontribusi signifikan di bidang akademik atau sosial. Kritikan pun muncul dari berbagai pihak, terutama akademisi yang menilai gelar tersebut seharusnya tidak diberikan sembarangan.

Meski begitu, masih banyak penerima gelar Doktor HC yang memang layak karena kontribusinya yang nyata dalam pembangunan dan perubahan sosial. Namun, untuk menjaga nilai dan kehormatan gelar ini, transparansi dan kriteria yang lebih ketat perlu diterapkan. Institusi pendidikan tinggi juga diharapkan tetap menjaga integritas dan tidak semata-mata memberikan gelar ini sebagai alat untuk meraih keuntungan politis atau ekonomis.

Gelar Doktor Honoris Causa adalah pengakuan atas pencapaian luar biasa, dan seharusnya tetap menjadi sesuatu yang diperoleh dengan pencapaian nyata, bukan sekadar formalitas atau penghargaan simbolis tanpa dasar yang kuat.

Untuk itu, diperlukan reformasi dalam sistem pemberian gelar Doktor Honoris Causa. Perguruan tinggi harus memastikan bahwa kriteria pemberian gelar ini jelas, objektif, dan berdasarkan kontribusi nyata penerima di bidang tertentu. Proses seleksi yang lebih ketat, dengan melibatkan akademisi independen, bisa menjadi solusi untuk menjaga kualitas dan kredibilitas penghargaan ini. Selain itu, transparansi dalam proses pemberian gelar juga penting agar masyarakat dapat menilai kelayakan penerimanya.

Di sisi lain, penerima gelar HC juga memiliki tanggung jawab moral untuk terus memberikan dampak positif bagi masyarakat. 

Gelar kehormatan ini seharusnya menjadi dorongan bagi mereka untuk semakin berkontribusi, bukan hanya sebagai pengakuan formal yang dipamerkan tanpa tindakan lebih lanjut.

Banyak tokoh terkemuka yang menerima gelar ini dengan kebanggaan yang mendalam karena pencapaian mereka diakui secara internasional. Beberapa di antaranya adalah ilmuwan, pemimpin kemanusiaan, atau tokoh budaya yang benar-benar memberikan kontribusi signifikan dan inspiratif. Namun, dengan semakin banyaknya gelar HC yang diberikan kepada individu yang diragukan kontribusinya, ketimpangan nilai dari gelar ini semakin terasa.

Masyarakat pun berharap agar perguruan tinggi sebagai lembaga yang bertugas menjaga marwah keilmuan dan pendidikan tidak mudah tergoda dengan tekanan politik, ekonomi, atau popularitas semata. Kembalinya nilai-nilai luhur dalam pemberian gelar ini sangat penting untuk menjaga agar gelar Doktor Honoris Causa tetap menjadi simbol penghargaan prestisius yang hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar layak menerimanya.

Pos terkait

banner 300600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *