Makassar, Sulawesi Selatan – Prof. Dr. Sukri Palutturi, SKM, M.Kes., MSc.PH, PhD., Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Dekan FKM Unhas, berkesempatan menjadi pembicara pada simposium internasional bergengsi di Griffith University, Australia. Simposium yang bertajuk “Strategi yang Tahan terhadap Masa Depan melalui Tatanan Ramah Lingkungan untuk Dunia Berkelanjutan: Kota, Rumah Sakit dan Komunitas” (Future-Proofing Strategies through Eco-friendly Settings for a Sustainable World: Cities, Hospitals and Communities) diselenggarakan oleh Queensland Hub of the Australian HEAL Network and Centre for Environment and Population Health Griffith University pada tanggal 6 Desember 2024.
Simposium yang digelar secara hybrid di Nathan Campus, Griffith University ini dihadiri oleh para pakar kesehatan masyarakat dari berbagai negara. Acara dibuka oleh Prof. Sotiris S Vardoulakis, Direktur NHMRC Healthy Environments and Lives (HEAL) National Network, dan dipandu oleh Prof. Cordia Chu, Direktur Pusat Lingkungan dan Kesehatan Penduduk Griffith University, yang juga merupakan promotor Prof. Sukri saat menempuh program Doktor.
Selain Prof. Sukri, simposium ini juga menghadirkan pembicara terkemuka lainnya, antara lain Prof. Trevor Hancock, salah satu pendiri gerakan kota sehat dunia dan mantan Profesor di School of Public Health and Social Policy – University of Victoria. Prof. Hancock memaparkan tentang “Healthy City 2.0,” sebuah konsep yang menarik perhatian Prof. Sukri mengingat Prof. Hancock pernah menjadi penguji eksternalnya saat program doktor. Kehadiran Prof. Keiko Nakamura, Kepala Sekretariat Aliansi untuk Kota Sehat dan Profesor di Institut Sains Tokyo, juga menambah bobot simposium ini. Prof. Nakamura memberikan pembaruan tentang perkembangan regional Healthy Cities di negara-negara anggota WHO Western Pacific Region, termasuk Australia, Jepang, Korea, Selandia Baru, Mongolia, Cina, Filipina, Malaysia, dan beberapa negara lainnya.
Dalam presentasinya, Prof. Sukri memaparkan sejarah dan perkembangan konsep kota sehat di Indonesia. Ia menelusuri bagaimana konsep pembangunan berwawasan kesehatan yang digagas pada masa Presiden BJ Habibie tahun 1999 dan Visi Indonesia Sehat tahun 2010, berkembang hingga terdokumentasinya kabupaten/kota sehat secara baik sejak terbitnya Peraturan Bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan RI tahun 2015. Prof. Sukri juga membahas capaian, harapan, dan tantangan implementasi program tersebut, termasuk pengembangan sistem penilaian kabupaten/kota sehat yang lebih mutakhir pada tahun 2024.
Menilik ke depan, Prof. Sukri menekankan beberapa hal penting untuk implementasi kota sehat di Indonesia, yaitu: penguatan kebijakan kesehatan perkotaan dengan pendekatan holistik; keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan; kolaborasi multisektoral yang melibatkan berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, dan perencanaan kota; pembangunan perkotaan yang berkelanjutan; pengambilan keputusan berbasis data; dan upaya mengatasi kesenjangan kesehatan di antara penduduk perkotaan.
Simposium ini diakhiri dengan sesi-sesi yang memaparkan berbagai praktik baik implementasi healthy cities di Australia dan kawasan Asia Pasifik. Keikutsertaan Prof. Sukri dalam simposium ini merupakan kebanggaan bagi Unhas dan Indonesia, sekaligus menunjukkan kontribusi Indonesia dalam gerakan global menuju kota-kota yang sehat dan berkelanjutan.