Oleh: DR.H.Abdul Wahid, MA
(Akademisi & Muballigh Makassar)
Puncak pelaksanaan pemilu kurang lebih satu bulan lagi tepatnya akan digelar pada 14 Februari 2024 mendatang, namun tahapan pemilu saat ini sedang berlangsung, maka dari itu saat ini seluruh kontestan pastilah sedang sibuk melakukan kampanye atau sosialisasi sebagai upaya untuk meyakinkan masyarakat agar dapat memilihnya pada Februari mendatang.
Hal ini tentu sah-sah saja secara konstitusi, hanya saja sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki hak suara pada pemilu tahun depan berharap kiranya seluruh kontestan khususnya para caleg saat turun bersosialisasi ke masyarakat agar masa kampanye ini benar-benar dimanfaatkan untuk memberi pendidikan politik kepada masyarakat, menawarkan gagasan, tidak mengumbar janji yang muluk-muluk dan yang tidak kalah pentingnya agar meninggalkan cara-cara feodal yakni menjatuhkan lawan politik.
Usia republik ini sudah 78 tahun merdeka artinya jika usia ini disematkan kepada manusia, maka usianya sudah sepuh. Karena itu persoalan pemilu di tanah air adalah merupakan hajatan demokrasi yang digelar lima tahun sekali sejak Indonesia merdeka.
Sudah saatnya kita sebagai bangsa memiliki kesadaran kolektif bahwa kita adalah bersaudara sesama anak bangsa, walau berbeda suku, agama, ras, golongan dan pilihan politik namun kita sama-sama di bawah merah putih.
Kesadaran ini penting disampaikan oleh setiap kontestan, agar mengurangi ketegangan dan potensi konflik antar pendukung di tingkat bawah sehingga pelaksanaan pemilu kali ini bisa berjalan lancar, damai dan terhindar dari saling membenci.
Pada prinsipnya politik tanpa black campaign merujuk pada model pendekatan dalam politik yang lebih fokus pada komunikasi yang bersifat positif dan beretika, meninggalkan cara-cara politik kotor yang mengarah pada penyebaran informasi bohong, pencemaran nama baik, atau menyerang pribadi lawan politik.
Alangkah eloknya jika proses dan setiap tahapan pemilu kali ini bisa diinspirasi oleh nilai-nilai luhur pancasila yang meliputi nilai spiritual, kemanusian dan persatuan. Artinya walau terjadinya sebuah kontestasi diantara para calon tapi kontestasi tersebut tetap berpegang pada prinsip-prinsip saling menghormati antar kontestan sehingga para pendukung di tingkat bawah akan tetap terjalin persatuan, situasi kamtibmas terjaga walau masyarakat memiliki pilihan politik yang berbeda-beda. Hal ini berangkat dari semboyan bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh(*).