MAKASSAR, Wajah Baru Anggota DPRD Sulsel periode 2024-2029 bakal diwarnai wajah baru.
Berdasarkan Real count KPU per 28 Februari, tercatat 50 caleg baru yang potensi duduk di kursi DPRD Sulsel.
Dominasi anggota dewan baru ini menjadi harapan baru masyarakat. Harapan aspirasi dapat tersalurkan dengan lebih baik lagi.
“Jadi sesungguhnya hasil ini pemilu ini adalah bentuk evaluasi masyarakat terhadap orang-orang yang duduk mewakili mereka di periode
sebelumnya bahwa masyarakat sekarang ini membutuhkan orang-orang yang lebih bisa membawa harapan dan aspirasi mereka,” kata analis politik Unhas, A Lukman Irwan.
Sehingga, dalam politik anggaran, kebijakan-kebijakan, dan intrumen pengawasan, anggota dewan ini diharapkan nantinya betul-betul melihat kebutuhan masyarakat. Tidak hanya karena kepentingan tertentu.
Menariknya kata Lukman, jika melihat komposisinya mereka yang potensi duduk ini lebih banyak kelompok usia milenial yang di bawah 45 tahun. Artinya kata dia, ini membawa harapan baru dengan semangat-semangat sebagai kelompok muda dengan integritas sebagai kelompok muda.
Sisa orang-orang baru ini mampu beradaptasi dengan tugas dan tanggung jawabnya di DPRD nanti. Sebab, tantangannya bagi orang baru adalah bagaimana memahami cara dan mekanisme kerja organisasi.
Sehingga itu kata dia, sejak sekarang mereka ini sudah harus betul-betul belajar. Bagaimana memahami perumusan kebijakan dan regulasi-regulasi itu dibuat dengan baik dan benar.
“Ini penting, sehingga ketika selesai dilantik mereka bisa adaptasi secara cepat dengan tugas-tugas tanggung jawabnya sebagai anggota DPRD,” ujarnya.
Apalagi mereka akan dihadapkan pada momen pilkada serentak. Sehingga pasti akan menguras energi bagi anggota DPRD terpilih ini.
Lukman juga mengingatkan bahwa DPRD dari hasil reformasi diharapkan menjadi lembaga yang betul-betul mengontrol dan isa mengawasi. Tidak hanya menjadi alat legitimasi atau menstempel apa yang menjadi kemauan dan kebijakan daripada eksekutif.
Oleh karenanya kata dia, dibutuhkan SDM dari sisi kemampuan untuk memahami segala regulasi yang ada. Bagaimana mengetahui dan memahami pokok-pokok persoalan yang terkait dengan proses-proses perencanaan dalam pembangunan.
“Ini harus dipahami. Sehingga kalau berhadapan dengan eksekutif mereka bisa bersuara kritis. Tapi mereka harus paham aturan dan regulasi juga. Paham kebijakan, sehingga tidak mudah untuk di dikte oleh eksekutif,” jelas Lukman.
Kedua, bagaimana anggota DPRD terpilih ini tetap harmonis dengan Eksekutif, tetapi tetap menjadi mitra strategis. Dalam artian membantu kepala daerah untuk mengawasi perangkat daerah.
Namun, harapannya anggota DPRD terpilih ini tidak hanya mau bicara misalnya terkait proyek yang anggran-angaran di OPD. Akan tetapi bagaimana betul-betul menempatkan diri sebagai orang yang berjuang untuk kepentingan dan kemaslahatan masyarakat di dapilnya.
Ketua Komite Pemantailu Legislatif (Kopel) Indonesia, Herman mengatakan anggota dewan baru ini menjadi harapan baru masyarakat. Sehingga ia berharap, yang pertama harus dilakukan adalah mereka harus berjalan sesuai dengan tugas fungsinya.
Meskipun dalam undang-undang (UU) DPRD adalah bagian dari Pemerintahan Daerah menjadi mitra eksekutif, bukan berarti DPRD sama dengan kepala daerah atau OPD. “Tetapi bagian dari unsur Pemerintahan daerah dengan fungsi yang berbeda,” tekannya, seperti dilansir FAJAR.
Hal yang perlu dikoreksi selama ini kata Herman, DPRD kadang melakukan kerja-kerja OPD. Menurutnya itu memalukan sebagai wakil rakyat.
Contoh kongkrit adalah reses. Itu harusnya dikerjakan dan difasilitasi OPD sekretariat, tetapi dikerjakan sendiri anggota DPRD, anggaran mereka ambil dengan melibatkan timnya.
Atau anggota DPRD melakukan kegiatan dan nanti diganti biayanya setelah kegiatan dan laporannya selesai dan disetor ke sekretariat.
“Ini sama dengan wakil rakyat jadi babu sekretariat,” ungkapnya.
Contoh lain kata dia adalah pokok pikiran (Pokir), itu diterjemahkan anggota DPRD sebagai program kegiatan punyanya sebagai anggota DPRD. Saat pelaksanaannya di OPD minta Anggota DPRD yang bersangkutan terlibat menentukan siapa yang harus kerjakan, dititik mana dan lain sebagainya padahal anggarannya sudah disetujui saat pembahasan.
Anggota DPRD keranjingan urus proyek yang bukan ranahnya, seharusnya mereka tinggal mengawasi. ” Ini pula yang menjadikan anggota DPRD lemah dalam pengawasan karena mereka bagian di dalam. Chek and balance pemerintahan tidak berfungsi,” terangnya.
Sumber Berita : Palopo Pos