Oleh : Ustad Suryadi Mas’ud
(Eks Duta Besar Isis Asia Tenggara)
Terorisme merupakan kejahatan extra ordinary crime, penanganan Terorisme akhirnya dibuatkan satu badan khusus yg menanganinya.
Badan tersebut adalah BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) sebuah badan dengan multi back grounddipimpin seorang jendral polisi bintang 3.
Sebuah badan yg pastinya pantas untuk menangani pelaku terorisme dengan segala pernak-perniknya. Namun sebagai seorang mantan penggiat teror, BNPT sebagai badan dibawah Presiden hanya punya greget sewaktu di bawah pimpinan Ansyad Mbai dengan kameradnya yang mantan kepala BNN.
Ada program Sakinah sebagai produk BNPT yg diluncurkan,Saya pernah berkata kepada salah seorang petugas BNPT yg datang ke Penjara Permisan Nusakambangan bahwa saya adalah orang yg telah tiga kali masuk penjara dengan kasus terorisme tapi namanya BNPT baru ketemu sekarang.
Pasca Bom Surabaya, BNPT merilis 3 buku yg jadi bacaan wajib kami selama berada di penjara hi risk. Buku yg merupakan trilogi dikeroyok penulisannya oleh mereka dgn titel mentereng dari Doktor hingga Profesor.
Saya menghargai upaya penulisan tersebut yg saya anggap sebagai tulisan pemadam kebakaran karena disamping buku itu terbit sebagai kontra dari Bom Surabaya yg sudah terjadi dan terkesan terburu-buru juga karena saya dan kami para tahanan teroris menemukan beberapa hal yg Tanaqud antara satu penulis dengan penulis yg lain dengan topik yg sama.
Saya juga membaca setelah di Penjara Permisan buku2 yg juga dirilis oleh BNPT, tapi isinya menggelikan karena menggiring orang kepada pemahaman liberalisme feminimisme yg ditulis oleh Doktor perempuan yg asalnya se-daerah dengan saya.
Memang banyak penulis di buku-buku BNPT yg berasal dari Sulawesi Selatan termasuk salah seorang Direktur BNPT Prof Irfan Idris yg banyak menulis “Bisikan Kalbu – Curahan Hati” Beliau.
Dalam perkembangannya maka mulailah ada beberapa petugas BNPT secara periodik datang ke Nusakambangan, pernah membuat semacam Dauroh Sepekan dengan iming-iming bahwa Dauroh itu adalah pola pembinaan di pusat deradikalisasi Sentul yg dipres menjadi Dauroh sepekanan. Bagus dan kami sangat antusias, cuma tidak terlalu membekas. BNPT juga meng-Hire seorang Ustadz Depag yg membawakan arbain annawawiyah yg sangat bagus tapi sangat sulit utk kami dapatkan lagi hal seperti itu setelah keluar penjara. Saya keluar penjara di Bulan Februari tahun 2023, yang oleh senior dan mantan Amir saya di jamaah wahdah Islamiyah dan jamaah RPII dahulu saya diminta untuk bergabung dengan yayasan yg dibuat oleh BNPT.
Saya sempat datang silaturahmi ke ketuanya dulu juga adalah seorang kawan dan mantan instruktur saya di Muasykar AlFatih sebuah military camp di dalam Camp Aboubakar MILF Mindanau Philipina. Saya sempat bertanya tentang kegiatan di Yayasan dan apa saja aktifitasnya, cm yg saya dapatkan nihil. Wakil BNPT seorang purnawirawan TNI AD juga tidak memberikan gambaran akan apa yg akan dikerjakan selain Beliau cuma foto-foto dan menjanjikan modal kerja tanpa ada aktifitas bagi saya yang kongkrit seperti apa khususnya pada poin deradikalisasi.
Densus 88 satgaswil Sul-Sel yg sejak awal tiba di Bandara Hasanuddin selalu menyertai malah terlihat lebih aktif dengan progres yg signifikan.
Ada upaya deradikalisasi, ada upaya utk didekatkan dengan para Ulama, dan ada upaya untuk lebih mengeksplore potensi mantan Teroris di bidang yg mereka memang punya potensi di situ. Densus 88 dengan segala kelebihan dan kekurangannya berusaha menutupi lobang besar menganga yg dibuat oleh BNPT di lapangan khususnya pada poin deradikalisasi di kalangan mantan dan upaya mencounter radikalisme, intoleransi, dan aksi terorisme di berbagai lapisan masyarakat. Densus 88 bekerjasama dengan Dir intelkam Polda Sul-Sel akhirnya menginisiasi terbentuknya Yayasan Rumah Moderasi Makassar sebagai wadah bagi para mantan Teroris untuk bisa membuat mereka mandiri secara finansial dan menjadikan anak-anak mereka bisa merengkuh pendidikan.
Yayasan Rumah Moderasi Makassar bukanlah dimaksudkan menjadi rival bagi yayasan BNPT walaupun karena saya berada di yayasan tersebut saya kemudian di-KICK secara semena-mena oleh wakil BNPT dari program deradikalisasi BNPT katanya dan juga dihapus dari daftar penerima bantuan permodalan hanya karena saya berada di Yayasan Rumah Moderasi Makassar.
Padahal tidak ada niat ataupun kemudian program yg mana program tersebut berlawanan Vice Versa dengan program BNPT. Yang ada malah bahwa Yayasan Rumah Moderasi Makassar mengisi lubang besar yg TDK diisi oleh BNPT utamanya pada poin Deradikalisasi mantan dan anti narasi radikalisme, intoleransi, dan terorisme di segala lapisan masyarakat.
Saya melihat dan merasa bahwa program BNPT masih berada dalam tataran teori dan dikonsumsi oleh hanya golongan elit masyarakat semacam para akademisi tanpa menyentuh kepada titik-titik krusial dalam sebaran paham radikalisme, intoleransi, dan terorisme.
BNPT terlihat hanya sebagai lembaga elit yg membahas terorisme di ruang-ruang seminar mahal di hotel-hotel berbintang. Sunggu saya melihat kerja beberapa lembaga nirlaba yg bekerja juga dalam ranah terorisme, intoleransi, dan terorisme semacam AIDA (Aliansi Indonesia Damai) dan Prasasti Perdamaian lebih nyat dan punya greget kerja-kerjanya. Atau lembaga-lembaga dari mantan Teroris seperti DeBintal, FKAAI, Lingkar Perdamaian lebih jelas karya-karya nya dibanding sebuah badan negara dengan dana Triliunan yg bernama BNPT. Tulisan ini bukanlah untuk menjatuhkan BNPT,
Tulisan ini dimaksudkan agar BNPT bisa seperti namanya. Tulisan ini karena berasal dari apa yg saya lihat dan rasakan, maka tentunya baunya agak subjektif.
Tulisan ini bukan pula mau mengangkat Densus 88 dan menjatuhkan BNPT karena sebagai lembaga negara yg mengurusi tentang kasus extra ordinary crime ini selayaknya tidak ada rivalitas di situ dan bahkan harusnya ada sinergitas. ‘Ala kulli hal semoga tulisan ini memperbaiki dan bukan membuat sebuah lembaga tercederai, karena memang niat awalnya hanya untuk koreski lembaga tersebut.