Oleh: DR.H.Abdul Wahid,MA
(Akademisi & Muballig Makassar)
Untuk mengawali tulisan ini kami kemukakan salah satu pesan dari sahabat Nabi Saw. bernama Ali bin Abi Tahlib r.a. ia pernah berkata “Kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisir”
Pesan di atas sejatinya bisa menjadi inspirasi bagi kita sebagai bangsa agar tidak golput dan menjadi pemilih yang cerdas. Sebagai warga negara yang baik sudah saatnya dalam menentukan pilihan baik pada level pilpres dan pileg agar tidak ikut-ikutan memilih calon tertent tanpa didasari dengan pengetahun yang baik terhadap calon yang akan dipilih.
Sebab apabila kita salah dalam menentukan pilihan maka akan berdampak pada kelangsungan bangsa kita lima tahun mendatang. Dengan kata lain baik atau tidaknya bangsa kita lima tahun ke depan tergantung sejauh mana tingkat kecerdasan kita dalam menentukan pilihan pada 14 Februari mendatang.
Di sisi lain sebagaimana diketahui bersama di antara permasalahan yang kerap muncul melanda setiap gelaran pemilu di tanah air adalah adanya kelompok yang tidak mau menggunakan hak suaranya pada saat hari pemungutan suara kelompok ini dikenal dengan masyarakat “golput”.
Jika kita perhatikan angka golput sebagaimana data yang rilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak gelaran Pilpres 2004 hingga 2014 tercatat cukup signifikan. Sebut saja data golput pada 2004 tercatat 20,24 persen, 2009 menjadi 25,19 persen, dan 2014 meningkat 30,22 persen.
Adapun di 2019 angka golput turun menjadi 18,03 persen. Jika dilihat melalui data partisipasi publik untuk pertarungan Pilpres sejak 2004 hingga 2014 justru terlihat melandai. Partisipasi pada Pilpres 2004 sejumlah 79,76 persen, di 2009 turun menjadi 74,81 persen, dan berada pada angka 69,78 persen di 2014. Sementara itu, partisipasi publik di Pemilu 20019 kembali meningkat menjadi 81,97 persen.
Kondisi tersebut harus dijadikan sebagai perhatian serius oleh penyelenggara pemilu dan para kontestan, sebab jika tidak, maka dikhawatirkan akan berdampak pada menurunnya kualitas pemilu dan indeks demokrasi kita di tanah air.
Apa lagi pada pemilu tahun 2024 ini generasi milenial yang usianya 40 tahun ke bawah mendominasi persentase suara yang sangat besar yakni lebih dari angka 52 persen sehingga merupakan salah satu PR buat penyelenggara pemilu dan para kontestan agar mereka tidak golput.
Di antara langkah konkret yang perlu dilakukan oleh penyelenggara pemilu untuk mengurangi angka golput pada pemilu tahun ini yaitu melakukan pendidikan politik kepada masyarakat secara massif dan kolektif terkait bagaimana teknis mencoblos pada kertas suara di TPS apa lagi jumlah kertas suara yang akan diberikan kepada setiap pemilih sangat banyak yakni terdiri dari lima warna kertas suara yang masing-masing.
Kertas abu-abu untuk memilih capres-cawapres, kertas warna merah untuk memilih anggota DPD, kertas warna kuning untuk memilih anggota DPR RI, kertas warna biru memilih anggota DPRD provinsi dan kertas warna hijau untuk memilih anggota DPRD kabupaten/kota.
Selain penyelenggara pemilu yang punya tanggungjawab moral untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait pentingnya menggunakan hak suara pada 14 Februari mendatang ialah para kontestan yang ikut dalam gelaran pemilu tahun ini.
Bisa jadi di antara sebab masyarakat golput terutama pemilih fomula dan orang tua yang sudah uzur karena mereka bingung atau kurang faham bagaimana cara mencoblos kertas suara yang begitu banyak atau mungkin karena mereka juga tidak terlalu kenal dan yakin dari para calon serta tidak tau program kerja dan visi-misi yang ditawarkan kepada masyarakat disebabkan karena kurangnya sosialisasi dan edukasi dari para kontestan yang ikut berlaga pada pemilu tahun ini.
Untuk itu para kontestan memiliki tanggung jawab moral dalam mencerdaskan masyarakat, agar bisa menjadi pemilih cerdas dan tidak golput dalam pemilu tahun ini dan adapun kepada masyarakat kami mengajak agar benar-benar menggunakan hak politiknya sesuai hati nurani, tanpa ada tekanan dari pihak mana pun karena kelanjutan masa depan bangsa berada di tangan rakyat, dengan semboyan “Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat”(*).