MAKASSAR,- Kolam Regulasi Nipa-Nipa Kota Makassar ikut dibahas pada hari kedua pelatihan tematik Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC) yang membahas strategi ketahanan perkotaan dan menajemen risiko bencana.
Kegiatan inisiatif yang digagas oleh United Cities and Local Governments Asia-Pacific (UCLG ASPAC) berlangsung di Hotel Novotel mulai tanggal 5 hingga 7 Maret 2024.
Kegiatan yang bertajuk ‘Building City Resilience through Triangular Cooperation’, CRIC menegaskan pentingnya kolaborasi antar pemangku kepentingan di Asia Tenggara, Eropa dan Asia Selatan dalam menciptakan kota-kota yang inklusif dan berketahanan iklim.
Salah satu sorotan utama pada hari kedua (6/03/2024) adalah Kolam Regulasi Nipa-Nipa di Kota Makassar yang dibahas oleh Dr. Suryadarma Hasyim, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang.
Ia menjelaskan metode pengendalian banjir di Kolam Regulasi Nipa-Nipa dilakukan dengan cara mengatur aliran Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang.
“Kolam Regulasi Nipa-Nipa akan menyimpan air untuk sementara waktu selama terjadi puncak banjir melalui pelimpah (spillway) dan kemudian mengalirkannya kembali ke hilir Sungai Tallo melalui pintu pengatur (metode gravitasi) dan pompa,” jelasnya.
Lanjutnya, luas Kolam Regulasi Nipa-Nipa mencapai 83,93 hektar ini mampu menampung air dengan volume mencapai 2,74 juta meter kubik.
“Kolam ini tidak hanya mampu mengendalikan banjir, tetapi juga menjadi reservoir alami dan objek wisata lokal,” tambahnya.
Pendekatan ini mendapat dukungan dari Profesor Yossef Diab, seorang pakar yang berasal dari University of Gustav Eiffel. Ia menekankan pentingnya infrastruktur seperti kolam regulasi dalam penanggulangan bencana banjir.
“Struktur pembangunan yang baik dan sistem proteksi dini mampu menciptakan ketahanan perkotaan serta manajemen risiko bencana,” jelasnya.
*Energi Ramah Lingkungan*
Selain itu, Yossef menyoroti pentingnya mempercepat transisi menuju energi ramah lingkungan.
Hal tersebut sejalan dengan hal yang dicanangkan Pemerintah Kota Makassar dalam melibatkan pengembangan sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengurangan emisi karbon di Kota Makassar.
Pemateri lainnya yakni Ignasi Fontanals dari University of Gustav Eiffel. Ia banyak menjelaskan terkait metode pendekatan holistik-ekologis sebagai alternatif penanggulangan bencana.
Hadir juga pemateri Pascaline Gaborit, perwakilan dari Pilot4Dev yang merupakan lembaga yang menjadi mitra proyek CRIC. Ia banyak menjelaskan terkait persiapan dalam menghadapi bencana serta analisis kerentanan tata kelola kota.
Acara pelatihan ini diikuti sebanyak 100 peserta terdiri dari 10 kota pilot CRIC di Indonesia, antara lain Bandar Lampung, Cirebon, Samarinda, dan lainnya, serta menjadi tuan rumah Kota Makassar.
Pelatihan ini menjadi forum yang berharga bagi peserta untuk bertukar pengalaman, belajar dari ahli, dan memperkuat kolaborasi antar kota-kota dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan bencana alam.
Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan para peserta dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang pentingnya ketahanan perkotaan serta memperkuat komitmen mereka dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan bencana alam yang semakin kompleks. (*)