KH Syamsul Bahri Hadiri Silaturahmi BPJPH – Komisi Fatwa se-Indonesia di Jakarta

MAKASSAR,- Sekertaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel Dr KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA menghadiri acara “Silaturahmi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) – Komisi Fatwa se-Indonesia ” yang berlangsung selama tiga hari mulai 28 sampai 30 Maret 2024 di Aston Pluit Hotel and Residence, Jakarta.

KH Syamsul Bahri yang juga Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Cokroaminoto ini hadir bersama Ketua Komisi Fatwa MUI Sulsel Prof Dr KH Rusdi Khalid MA, dan Mursaha SE MM (Sekretariat MUI Sulsel).

Adapun beberapa topik yang dibahas antara lain update regulasi Jaminan Produk Halal (JPH) dan Proses Bisnis Layanan Sertifikasi Halal maupun masalah-masalah aktual mengenai proses sertifikasi halal.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Dr KH Asrorun Niam, menyampaikan tiga perbaikan yang bisa dilakukan untuk masa depan sertifikasi halal di Indonesia. Tiga hal tersebut dia sampaikan dalam kegiatan Silaturahmi Nasional Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Komisi Fatwa se-Indonesia di Hotel Aston, Jakarta. 

“Tata kelola baru sertifikasi halal di Indonesia perlu dipersiapkan dengan baik di seluruh Indonesia, pertama perbaikan tata kelola yang mengadopsi perkembangan digital, ” ujar Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta tersebut, Kamis (28/03/2024) saat membuka acara. 

Misalnya, kata dia, dalam rapat/sidang fatwa jika tidak memungkinkan secara luring, maka bisa dijalankan secara daring. Tentu tanpa mengurangi kredibilitas sidang tersebut. 

 Kedua, imbuh Prof Niam, adalah perbaikan tata kelola operator sistem sertifikasi halal. Perbaikan tenaga kerja di dalamnya sebagai operator khusus perlu dimaksimalkan, terutama karena ini menyangkut kehalalan sebuah produk. 

“Perlu internalisasi di MUI dan perlu persiapan SDM sebagai operator khusus untuk penanganan kehalalan produk, ” ujarnya. 

Terakhir, kata dia, perlu menghadirkan ahli dari Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebagai kepentingan tabayyun sidang fatwa. Kehadiran perwakilan LPH yang ahli tersebut untuk konsolidasi kapabilitas dan kredibilitas. 

Tiga usulan Prof Niam tersebut merupakan catatan setelah melihat sistem baru sertifikasi halal yang saat ini sudah berjalan di Indonesia. Menurutnya, perlu konsolidasi lintas sektor antara BPJPH, MUI, maupun LPH agar sistem berjalan sempurna. 

“BPJPH sebagai representasi pemerintah, MUI sebagai penerima mandat penetapan fatwa, serta LPH sebagai pihak yang memiliki keahlian meneliti produk maupun bahan sebelum difatwakan, ” ungkapnya. 

MUI sendiri memiliki fatwa terkait standard sebagai acuan auditor atau LPH dalam menilai kehalalan produk. Pelaku usaha juga bisa merujuk fatwa tersebut dalam mengembangkan usahanya sesuai dengan sistem jaminan produk halal. 

Selain itu, Prof Niam menambahkan, MUI memiliki fatwa terkait produk sebagai acuran BPJPH dalam menerbitkan sertifikat halal kepada pelaku usaha. 

“Tata kelola batas penyelesaian fatwa adalah tiga hari, hal ini harus dipandang positif sebagai ikhtiar dan simbol bahwa sistem sertifikasi produk halal yang sekarang berjalan sesuai dengan prinsip mudah, murah, cepat, dan tepat, ” ungkapnya. 

Irfan Suba Raya

Pos terkait

banner 300600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *