Susuri Arafah, KH Syamsul Bahri Ulas Sejarah Mata Air Zubaidah

Makassar,- Saat menyusuri Padang Arafah DR KH Syamsul Bahri Abd Hamid Lc MA mengulas sejarah seorang wanita masyhur pertama yang membangun jalur air dari Baghdad ke Makkah untuk keperluan ibadah haji.

KH Syamsul Bahri yang juga Sekertaris Komisi Fatwa MUI Sulsel ini melanjutkan ceritanya.

Sosok wanita tersebut bernama Zubaidah. Ia adalah Istri Khalifah Harun Ar-Rasyid Khalifah Bani Abbasiyah yang berpusat di Baghdad.

Zubaidah menyimpan kisah menarik seputar sejarah perkembangan ibadah haji di Mekah. Dahulu, mata air Zubaidah merupakan tempat yang sangat bermanfaat bagi penduduk Makkah dan jemaah haji yang datang ke sana.

Dikisahkan, mata air ini dibangun pada masa Abbasiyah oleh istri Khalifah Harun Al-Rasyid yang bernama Zubaidah. Kala itu, Zubaidah melakukan perjalanan haji dari Baghdad menuju Makkah.

Tiba di Mekah, ia mendapati kota itu sedang mengalami krisis kekurangan air untuk minum para jemaah haji. Air sulit dicari dan harganya pun tak bisa dijangkau oleh para jemaah haji yang sedang membutuhkan minum.

Melihat kondisi itu, muncul inisiatif baik dari Zubaidah untuk membuat proyek besar yakni membangun saluran air yang sumbernya diambil dari Wadi Nu’man (Lembah Nu’man) yang kemudian dialirkan ke tempat-tempat jemaah haji di Makkah, Arafat, Mina dan Muzdalifah.

Pada masa itu belum ada listrik atau alat yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit air. Namun Zubaidah tak kehabisan akal, ia memanfaatkan tenaga kuda untuk menarik air dari Wadi Nu’man lalu dialirkan ke saluran di mana jemaah haji berada.

Kecemerlangan ide Zubaidah membuat mata air ini dianggap sebagai salah satu ‘keajaiban’ yang pernah ada dalam sejarah Islam. Karena jasanya yang besar dalam membantu para jemaah haji, nama Zubaidah pun diabadikan sebagai nama mata air tersebut.

Sayangnya, lama-kelamaan mata air ini mulai jarang digunakan karena tergantikan dengan mata air lain yang ditemukan di Makkah.

Meskipun begitu, pemerintah Arab Saudi tetap mempertahankan keberadaan mata air yang berusia lebih dari 12 abad itu hingga sekarang.

“Hinga saat ini mata air tetap dipertahankan meski banyak sumbangan air dari teknologi penyulingan dan lainya berdatangan di Makkah,” kata KH Syamsul Bahri lewat kiriman videonya pada tim media MUI Sulsel,Rabu (14/6/2023).

Irfan Suba Raya

Pos terkait

banner 300600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *